BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wafatnya
Nabi Muhammad sebagai pemimpin Agama maupun Negara menyisakan persoalan pelik .
Pasalnya Rasulullah tidak meninggalkan wasiat kepada seorangpun sebagai
penerusnya. Akibatnya, para sahabat mempermasalahkan dan saling berusaha untuk
mengajukan calon pilihan dari kelompoknya. Sekelompok orang
berpendapat Abu Bakar lah yang berhak menjadi khalifah, karena Rasulullah
meridhainya dalam soal-soal agama, salah satunya dengan memintanya mengimami
shalat jama’ah selama beliau sakit. Kelompok dari ahl bait mengusulkan Ali bin
Abi Thalib untuk menjadi khalifah karena keluarga Rasul sendiri. Kelompok kaum
Anshor mengajukan Saad bin Ubadah, karena kaum Anshorlah yang menolong
Rasulullah di saat dianiaya di makkah.[1]
Masing-masing
golongan merasa paling berhak menjadi penerus Nabi. Namun berkat tindakan tegas
dari tiga orang yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ubaidah bin Jarrah dan
dengan melakukan semacam kudeta (cpup d’etat) terhadap, memaksa Abu
Bakar sendiri sebagai deputi Nabi.[2]
Sepeninggal Rasulullah, empat pengganti beliau adalah para pemimpin yang adil
dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi dari sang
Guru Agung bagi kemajuan Islam dan Umatnya. Oleh karena itu , gelar Al-Khulafa
Ar-Rasyidin yang mendapat bimbingan di jalan lurus diberikan kepada mereka.
Sejarah
mencatat langkah-langkah para Khulafaur Rasyidin dalam melanjutkan
kepemimpinan dalam Islam. Baik sejarah cemerlang maupun kelam dari tiap
khalifah itu mewarnai masa ini. Maka dari itu, penulis bermaksud mengulas
tentang sejarah masa Khulafaur Rasyidin khususnya pada
masa kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khottob.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi singkat masing-masing
Khulafaur Rasyidin?
2. Bagaimana Proses pengangkatan masing-masing
Khulafaur Rasyidin?
3. Apa saja kebijakan yang diambil
masin-masing Khulafaur Rasyidin?
4. Bagaimana akhir hayat masing-masing
Khulafaur Rasyidin?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
biografi singkat masing-masing Khulafaur Rasyidin.
2.
Memahami
Proses pengangkatan masing-masing Khulafaur Rasyidin.
3.
Megetahui
beberapa kebijakan yang diambil masin-masing Khulafaur Rasyidin.
4.
Mengetahui
akhir hayat masing-masing Khulafaur Rasyidin.
BAB
II
PERIODESASI
MASA KHULAFAUR RASYIDIN
A.
Abu
Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
1.
Biografi
Abu
Bakar nama lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Umar bin Ka’b bin
Tiim bin Mairah At-Tamimi.[3]
Dia termasuk salah seorang sahabat yang utama. Beliau lahir pada tahun 573 M,
danGelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena dia dengan
segera membenarkan Nabi dalam berbagai peristiwa, terutama Isra’ Mi’raj.[4]
Yaitu ketika banyak orang sulit bahkan tidak percaya akan kejadian Isra’ Mi’raj
itu, justru Abu Bakarlah yang tidak meragukan kebenaran peristiwa itu.[5]
Rasulullah juga mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas
keagamaan dan mengurusi persoalan-persoalan di Madinah.
2. Proses Pengangkatan
Pembaiatan Abu Bakar dilakukan dengan penunjukan
oleh Umar bin Khattab yang disetujui oleh semuanya. Kronologis pemilihan Abu
Bakar bukan tanpa pro kontra banyak orang yang menganggap, terutama Bani
Hasyim, yang menganggap bahwa pemilihan Abu Bakar tersebut tidak sah,
dikarenakan beberapa alasan. (1) Yang pantas menggantikan adalah dari pihak
Nabi, yaitu Ali, ini merupakan konsekuensi logis dari watak Bangsa Arab yaitu
Ashabiyah. (2) Belum sempurnanya pengurusan jenazah Nabi, namun sekelompok
orang sudah memperebutkan tentang pengganti Nabi. Umar Khawatir bahwa mereka
akan melangsungkan suatu baiat lainnya.
Akhirnya dengan semangat ukhwah islamiyah
terpilihlah Abu Bakar. Ia seorang Quraisy yang merupakan pilihan ideal, karena
sejak pertama menjadi pendamping Nabi, Ia shabat yang paling memeahami risalah
Muhammad, bahkan ia merupakan kelompok Assabiqunal Awwalun yang
memperoleh gelar As-Shiddiq.[6]
Hal menarik dari Abu Bakar, bahwa pidato inaugurasi
yang diucapkan sehari setelah pengangkatannya, menegaskan totalitas kepribadian
dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan strategi meraih
keberhasilan tinggi bagi Umat sepeninggal Rasulullah.[7]
Pidato ini oleh banyak ahli dianggap sebagai statemen politik yang amat maju,
dan yang pertama sejenisnya dengan semangat modern.[8]
3. Kebijakan Masa Abu Bakar
a. Bidang Keagamaan
Kebijakan Masa Khalifah Abu Bakar paling umum di
bidang keagamaan adalah mengumpulkan Al-Qur’an.[9]
Karena takut akan bertambahnya para huffaz yang meninggal dunia terutama dalam
peperangan, maka Umar pun mengusulkan adanya pengumpulan Al-Qur’an, kemudian
disetujuinya dan menugaskan kepada Zaid bin Tsabit.
Kebijakan
di bidang keagamaan yang lain adalah penumpasan oran-orang murtadz (riddah),
enggan membayar zakat (begitu pula provokatornya), dan nabi-nabi palsu.
Mereka
yang melakukan riddah, yaitu gerakan pengingkaran terhadap Islam. Riddah
berarti murtad, beralih agama dari
Islam ke kepercayaan semula, secara politis merupakan pembangkangan (distorsion)
terhadap lembaga Khalifah. Sikap mereka adalah pembuatan makar yang melawan
agama dan pemerintah sekaligus.[10]
Adapun
orang-orang yang tidak mau membayar Zakat, di antaranya kerena mereka mengira
bahwa zakat adalah serupa pajak yang
dipaksakan dan penyerahannya ke perbendaharaan pusat. Di Madinah yang sama
artinya dengan penurunan kekuasaan. Mereka menduga bahwa hanya Nabi yang berhak
memungut zakat, yang dengan itu kesalahan seseorang dapat dihapus dan
dibersihkan.[11]
Penumpasan
nabi-nabi palsu digalakkan. Mereka yang mengaku sebagai Nabi antara lain, Aswad
Ansi, Musailamah Al-Kadzab. Para nabi palsu tersebut pada umumnya menarik hati
orang-orang Islam dengan membebaskan prinsip-prinsip moralis dan upacara
keagamaan seperti membolehkan minum-minuman keras, berjudi, mengurangi sholat
lima waktu menjadi tiga, puasa Ramadhan dihapus, pengubah pembayaran zakat yang
wajib menjadi suka rela dan meniadakan batasan dalam perkawinan. Dalam
gerakannya Aswad dan kawan-kawannya berusaha menguasai dan mempengaruhi
masyarakat Islam, dengan mengerahkan pasukan untuk masuk ke daerahdaerah.
Akhirnya pasukan riddatpun berhasil menyebar kedaerah-daerah,
diantaranya: Bahrain, Oman Mahara dan Hadramaut. Para panglima kaum riddat semakin
gencar melaksanakan misinya.
Abu
Bakar sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan kejadian itu terus berlanjut.
Beliau memandang gerakan murtad itu sebagai bahaya besar, kemudian beliau
menghimpun para prajurit Madinah dan membagi mereka atas sebelas batalian
dengan komando masing-masing panglima dan ditugaskan keberbagai tempat di
Arabia. Abu Bakar menginstruksikan agar mengajak mereka kembali pada Islam,
jika menolak maka harus perangi.
Beberapa
dari suku itu tunduk tanpa peperangan, sementara yang lainnya tidak mau
menyerah, bahkan mengobarkan api peperangan. Oleh karena itu pecahlah
peperangan melawan mereka, dalam hal ini Kholid bin Walid yang diberi tugas
untuk menundukan Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil dengan cemerlang.
Sedangkan Musailamah seorang penuntut kenabian yang paling kuat, Abu Bakar
mengirim Ikrimah dan Surabil. Akan tetapi mereka gagal menundukan Musailamah,
kemudia Abu Bakar mengutus Kholid untuk melawan nabi palsu dari Yaman itu.
Dalam pertempuran itu Kholid dapat mengahacurkan pasukan Musailamah dan
membunuh dalam taman yang berdinding tinggi, sehingga taman disebut “taman
maut” (Afandi dkk, 1995:97).
b. Kebijakan Non Keagamaan
Selain
kebijakan nyata di bidang keagamaan, Abu Bakar juga melakukan kebijakan
non–Agama. Dia antara kebijakan itu adalah kebijakan ekonomi. Abu Bakar membuat
semacam lembaga keuangan . Tentu lembaga ini masih sederhana, tetapi untuk
ukuran waktu itu adalah sebuah kemajuan. Pengorganisasian dan pengoperasian
masih bersifat sangat sederhana. Muhammad Ali bahkan menyebut pembentukan
lembaga tersebut sebagai salah satu pencapaian yang paling penting dari
Khalifah Abu Bakar, di samping kebijakan lain.
Tampaknya
Kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa
Rasulullah, bersifat sentral. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah
juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad, Abu
Bakar ,selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Dalam hal ini
BAu Bakar megembangkan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan keputusan
dengan membentuk semacam dewan perwakilan.
Masa
Abu Bakar banyak terpakai untuk menstabilkan politik dalam negeri, untuk itu
Khalifah Abu Bakar mengirim beberapa panglima seperti Khalid bin Walid, Ikrimah
bin Abi Jahal, Syurahbil bin Hasanah, Amru bin Ash, dan lainnya. Pasukan
dikonsentrasikan untuk memperkuat perbatasan Umat Islam dengan Persia dan
Bizantium, yang akhirnya menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua
kekaisaran tersebut. Kemudian Umat Islam dibawah pimpinan Musanna dan Khalid
bin Walid dikirim ke Irak, dan Syiria.
Ekspansi luar Negeri masa Khalifah Abu Bakar ini
menghasilkan dua perang besar, yaitu (1) Perang Yarmuk, peperangan kaum muslimin
di bawah kepemimpinan di bawah kepemimpinan Khalid bin walid menghadapi pasukan
Ramawi. (2) Perang Mauqi’ah Zat As-‘Salasi, peperangan kaum muslimin
dengan tentara Persia.
4. Akhir Hayat Abu Bakar
Ketika pasukan Islam sedang mengancam Palestina,
Irak, dan kerajaan Hirah, dan meraih beberapa kemenangan yang dapat memberikan
kepada mereka beberapa kemungkinan besar lagi keberhasilan selanjutnya,
khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada hari senin 23 Agustus 634 Masehi.
Setelah lebih kurang selama 15 hari terbaring di tempat tidur. Ia berusia 63
tahun, dan kekhalifahannya berlangsung dua tahun tiga bulan sebelas hari.[12]
Abu Bakar dengan demikian meskipun hanya memerintah
selama dua tahun tetapi capaian prestasinya cukup bagus, dan yang penting juga
adalah Abu Bakar mampu menciptakan stabilitas dalam negeri umat Islam, yang ini
menjadi cikal bakal pengembangan pemerintahan di zaman khalifah berikutnya.[13]
B. Masa Umar bin Khattab (13-23 H/634-644)
1.
Biografi
Umar bin Khatab nama lengkapya adalah Umar bin Khattab
bin Nufail keturunan Abu Uzza Al-Quraisy dari suku Adi, salah satu suku yang
terpandang mulia. Umar dilahirkan sebelum perang Fajar tiga belas tahun setelah
kelahiran Nabi,[14] atau pada empat puluh tahun sebelum Nabi Hijrah.[15]
Bila dilihat dalam catatam sejarah, secara kekeluargaan, Umar bin Khattab
mempunyai hubungan kekerabatan denga Nabi Muhammad SAW, yaitu kakek buyut ke
tujuh hubungan itu terjalin.
Ia
adalah seorang yang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani . Umar masuk
Islam pada tahun ke lima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat
terdekat Nabi, serta dijadikan sebagai tempat rujukan oleh Nabi mengenai
hal-hal yang penting. Sebelum meninggal dunia, Abu Bakar telah menunjuk Umar bin
Khattab menjadi penerusnya.
Seperti
diketahui pula bahwa setelah Rasulullah meninggal dunia, Umar bin Khattab
adalah kandidat dari kalangan Muhajirin, ia sangat berpengaruh ketika
mengarahkan orang-orang Madinah untuk menerima Abu Bakar sebagai Khalifah, dan
hal itu dapat disimpulkan bahwa ia mereka percayai.[16]
2.
Proses
Pengangkatan
Terpilihnya
Umar bin Khattab sebagai Khalifa berbeda dengan pendahulunya, Abu Bakar. Ia
mendapatkan mandate kepercayaan sebagai Khalifah kedua tidak melalui pemilihan
dalam suatu forum musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau
wasiat pendahulunya.[17]
Rupanya
masa dua tahun bagi Khalifah Abu Bakar belumlah cukup menjamin stabilitas
keamanan terkendali, maka penunjukan ini dimasud-kan untuk mencegah kemungkinan
terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam. Dan pertimbangan Abu Bakar ini
menjadikan masyarakat Islam di zaman Umar bin Khattab menjadi kondusif, yang
sekaligus menjadi pondasi penting bagi pengembangan pemerintahan-nya.[18]
Nurchalish
Madjid berpendapat bahwa hal ini sangat beralasan jija dianalisis lebih jauh
lagi, maka akan didapati gambaran bahwa system kekhalifahan merupakan system
dalam kondisi darurat.[19]
Ketika
Umar telah menjadi khalifah,ia berkata kepada umatya “Orang-orang arab seperti
halnya seekor unta yang keras kepala dan
ini kan bertalian dengan pengendara dimana jalan yang akan dilalui dengan nama
Allah, begitulah aku akan menunjukan ke jalan yang harus engkau lalui”. Ia juga
mendapat gelar Amir Al-mukminin (komandan orang orang beriman ) sehubungan
dengan penaklukan penaklukan yang berangsung pada masa pemerintaannya.
3.
Kebijakan
Umar bin Khattab
Dalam
masa pemerintahan Umar bin Khattab untuk melanjutkan apa yang menjadi program
khalifah sebelumnya, Umar mengambil berbagai kebijakan.
Pertama
adalah upaya konsolidasi . Umar bin Khattab mencoba melakukan perubahan
kebijakan Abu Bakar terhadap para mantan pemberontak dalam peperangan Riddah.
Langkah yang bermaksudkan untuk membentuk persatuan masyarakat Arab. Kesamaan
hak adalah prinsip yang diambil oleh Umar. Mereka memiliki kepentingan bersama
dan juga hak yang sama untuk mendapatkan perolehan-perolehan pemerintah
Madinah. Direkrutlah suku-suku yang terlibat perang Riddah, untuk disalurkan
dalam penyerangan ke wilayah Sasaniyah di kemudian hari. Kebijakan itu
membuahkan hasilyang luar biasa dalam ekspansi di Zaman Umar bin Khattab.[20]
Kebijakan
kedua tak lepas dari kejelian Umar dalam melihat bahwa kaum Umawi memiliki
potensi dan bakat besar dalam pemerintahan, oleh karena itu ia mengambil
kebijakan untuk merekrut kaum Umawi ke dalam jaringan birokrasi kekhalifahan.
Dalam hal ini pantaslah jika dikatakan bahwa Umar bin Khattab cukup pandai
membaca potensi yang dimiliki umat Islam, dan potensi ini cukup nyata.[21]
Di
samping dua kebijakan di atas, Umar bin Khattab juga mengambil kebijakan
melakukan ekspansi. Abu Bakar telah melakaukan ekspedisi kebeberapa wilayah,
dan di sini Umar meneruskan hal tersebut. Bahkan kesuksesan ekspansi selama
masa Khulafaur Rasyidin itu yang paling gemilang, dengan tidak mengabaikan jasa
khalifah yang lain, adalah di zaman Umar bin Khattab.
Kelebihan
nyata dari ekspansi Islam bahwa ia merupakan dakwah Islam untuk memperluas
persaudaraan Islam dan juga untuk meringankan beban pajak dari penguasa
sebelumnya.[22]
a.
Perluasan Wilayah
Ketika para pembangkang di dalam
negeri telah dikikis habis oleh Khalifah Abu Bakar dan era penaklukan militer
telah dimulai, maka Umar menganggap bahwa tugas utamanya adalah mensukseskan
ekspedisi yang dirintis oleh pendahulunya. Belum
lagi genap satu tahun memerintah, Umar telah menorehkan tinta emas dalam
sejarah perluasan wilayah kekuasaan Islam. Pada tahun 635 M, Damascus, Ibu kota
Syuriah, telah ia tundukkan di bawah pimpinan panglinma Abu Ubaidah bin Jarrah.
Setahun kemudian seluruh wilayah
Syuriah jatuh ke tangan kaum muslimin, setelah pertempuran hebat di lembah
Yarmuk tahun 637 M/16 M. Damascus jatuh ke tangan kaum muslimin setelah
dikepung selama tujuh hari. Pasukan Muslim melanjutkan penaklukan ke Hamah,
Qinisrun, Laziqiyah dan Aleppo. Surahbil dan ‘Amr bersama pasukannya meneruskan
penaklukan atas Baysan dan Jerussalem di Palestina. Kota suci dan kiblat
pertama bagi umat Islam itu dikepung oleh pasukan Muslim selama empat bulan.
Akhirnya kota itu dapat ditaklukkan dengan syarat harus Khalifah Umar sendiri
yang menerima “kunci kota” itu dari Uskup Agung Shoporonius, karena
kekhawatiran mereka terhadap pasukan Muslim yang akan menghancurkan
gereja-gereja (Mufradi, 1997: 54).
Dari Syuriah, laskar kaum muslimin
melanjutkan langkah ke Mesir dan membuat kemenangan-kemenangan di wilayah
Afrika Utara. Bangsa Romawi telah menguasai Mesir sejak tahun 30 SM. Dan
menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi
Romawi. Berbagai macam pajak naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang
pernah diperintah oleh raja Fir’aun itu. ‘Amr bin Ash meminta izin Khalifah
Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi Khalifah masih ragu-ragu karena
pasukan Islam masih terpencar dibeberapa front pertempuran. Akhirnya,
permintaan itu dikabulkan juga oleh Khalifah dengan mengirim 4000 tentara ke
Mesir untuk membantu ekspedisi itu.
Tahun 18 H, pasukan muslimin
mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian menundukkan
Poelisium (Al-Farama), pelabuhan di pantai Laut Tengah yang merupakan pintu gerbang
ke Mesir. Satu bulan kota itu dikepung oleh pasukan kaum muslimin dan dapat
ditaklukkan pada tahun 19 H. Satu demi satu kota-kota di Mesir ditaklukkan oleh
pasukan muslimin. Kota Babylonia juga dapat ditundukkan pada tahun 20 H, setelah tujuh
bulan terkepung.Iskandariah
(ibu kota Mesir) dikepung selama empat bulan sebelum ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah
pimpinan Ubaidah Ibn as-Samit yang dikirim oleh Khalifah dari Madinah sebagai bantuan
pasukan ‘Amr bin Ash yang sudah berada di front peperangan Mesir. Cyrus
menandatangani perjanjian damai dengan kaum muslimin. Dengan jatuhnya Iskandariah ini, maka
sempurnalah penaklukan atas Mesir.
Ibu
kota negeri itu dipindahkan
ke kota Fusthat yang dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 20 H. Dengan Syuriah sebagai basis,
gerak maju pasukan ke Armenia , Mesopotamia bagian utara, Georgia, dan Azerbaijan
menjadi terbuka. Demikian
juga dengan serangan-serangan terhadap Asia Kecil yang dilakukan selama bertahun-tahun. Seperti
halnya perang Yarmuk yang menentukan nasib Syuriah, perang Qadisia pada tahun 637
M, menentukan masa depan Persia. Khalifah Umar mengirim pasukan di bawah
pimpinan Saad bin Abi Waqash untuk menundukkan kota itu. Kemenangan yang diraih
di daerah itu membuka jalan bagi gerakan maju tentara Muslim ke dataran Eufrat dan
Tigris. Setelah dikepung selama 2 bulan, Yazdagrid III, raja Persia melarikan diri. Pasukan
Islam kemudian mengepung Nahawan dan menundukkan Ahwaz tahun 22 H. Pada tahun
itu pula, seluruh Persia sempurna berada dalam kekuasaan Islam, sesudah pertempuran
sengit di Nahawan. Isfahan juga ditaklukan. Demikian juga dengan Jurjan (Georgia) dan
Tabristan, Azerbaijan. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar dari pada tentara
Islam, yaitu enam dibanding satu, menderita kerugian besar. Kaum muslimin menyebut
sukses ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (fathul futuh).(Nasution
, 1985:58).
Dari
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan Islam pada masa itu meliputi Suriah, Mesir,
Khuzistan, Irak, Armenia, Arzabaijan, Fars, Kirman, Khurasan, Makran,
Balachistan, dan Asia kecil (Rum)[23]. Dan menjelang akhir
pemerintahan Umar pada tahun 644 M/23 H, Negara Islam meliputi Persia barat,
seluruh Irak Suriah, Mesir Selatan, dan sebagian Afrika Utara.
Kalau
dianalisis ada beberapa hal yang meyebabkan kesuksesan perluasan wilayah Islam
di zaman Umar bin Khattab. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai
berikut.
Pertama,
Islam mengandung ajaran-ajaran yang
tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan antara Tuhan, tetapi mengatur
hubungan antara manusia dan sesamanya. Ketika Islam dating dengan prinsip
kesamaan derajat manusia maka mudahlah masyarakat yang menjadi sasaran
ekspedisi mudah menerima Islam.
Kedua,
Semangat jihad dari pasukan Islam yang
mengharap jaminan surga bagi yang mati syahid. Dan upaya penyebaran Islam
tersebut menghantarkan kepada tujuan itu.
Ketiga,
Tentara Islam tidak memaksa rakyat untuk
merobah agama mereka dan kemudian keharusan masuk Islam, karena Islam hanya
mewajibkan pemeluknya untuk menyampaikan saja selanjutnya terserah kepada yang
bersangkutan untuk masuk Islam atau tidak.[24]
Keempat,
Pada waktu itu imperium Persia dan Byzantium memasuki fase kelemahannya.
Kelemahannya yang munculpada waktu itu bukan hanya karena peperangan semata,
tetapi terjadi perebutan kekuatan antar anggota keluarga raja, juga pemaksaan
terhadap paham agama.[25]
Kelima,
memang yang dirasakan masyarakat sebelum
islam masuk adalah pajak yang sangat memberatkan mereka. Dan Islam yang
memnerikan penawaran menarik kepada siapa yang tak ingin masuk Islam untuk
membayar Jizyah (jaminan perlindungan), mereka dengan senang hati
membayarnya.[26]
b. Administrasi Pemerintahan
Pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami perkmbangan
yang angat pesat , bersamaan denga keberhasialan ekspansi di atas. Khalifah
Umar telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal
untuk melayani masyarakat baru yang terus berkembang. Membangun baitul mal,
mecetak mata uang, membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal
batas, mengatur gaji, mengangkat para hakim dan menyelenggarakan “hisbah”.[27]
Umar juga membentuk ahlul
hall wal aqdi. Secara
etimologi, ahlul hall wal aqdi adalah lembaga penengah dan pemberi
fatwa. Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang duduk
sebagai anggota majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum cerdik
pandai (cendekiawan) yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas
mereka. Dinamakan ahlul hall wal aqdi untuk menekankan wewenang mereka
guna menghapuskan dan membatalkan. Penjelasan tentangnya merupakan deskripsi
umum saja, karena dalam pemerintahan Islam, badan ini belum dapat dilaksanakan
(Rahman, 1994 :194).
Anggota
dewan ini terpilih karena dua hal yaitu: pertama, mereka yang telah
mengabdi dalam dunia politik, militer, dan misi Islam, selama 8 sampai dengan
10 tahun. kedua, orang-orang yang terkemuka dalam hal keluasan wawasan
dan dalamnya pengetahuan tentang yurisprudensi dan Quran (Al Maududi,
1995:261). Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga
yang disebut juga dengan ahlul hall wal aqdi, di antaranya adalah:
1.
Majelis
Syura (Diwan Penasihat), ada tiga bentuk :
a.
Dewan
Penasihat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara
lain Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid
bin Tsabit, Tolhah dan Zubair.
b.
Dewan
Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka
berbagai suku, bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan
umum.
c.
Dewan
antara Penasihat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan
Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah khusus.
2.
Al-Katib
(Sekretaris Negara), di antaranya adalah
Abdullah bin Arqam.
3.
Nidzamul
Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah
keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’
dan lain-lain.
4.
Nidzamul
Idary (Departemen Administrasi), bertujuan
untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul
jund yang bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
5.
Departemen
Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
6.
Departemen
Pendidikan dan lain-lain (Ali Khan, 1978:122-123).
Pada
masa Umar, badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti
secara de jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah
dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan
roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya
(Hasjmy , 1995:61-69).
4. Akhir Hayat Umar bin Khattab
Khalifah
Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari. Kematiannya sangat
tragis, seorang budak bangsa Persia fairus atau abu lu’luah secaraa tiba – tiba
menyerang dengan tikaman pisau tajam kearah khalifah yang akan mendirikan
shalat subuh yang telah ditunggu oleh jama’ahnya di masjid nabawi di pagi buta
itu. Khalifah terluka parah dari pembaringannya ia mengangkat “syura” (komisi
pemilihan) yang akan memilih penerus tongkat ke khlifahannya, khalifah umar
wafat 3 hari setelah peristiwa penikaman atas dirinya, yakni 1 muharram 23 H
/644M.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Biografi singkat.
Pada dasarnya kedua Khalifah pada masa Khulafaur Rasyidin merupakan sahabat-sahabat terdekat Nabi SAW.
Abu Bakar, yang selalu mendampingi Nabi dan selalu membenarkan semua dari Nabi, ia juga mertua Nabi.
Umar bin Khattab, sahabat yang berbudi luhur pemberani dan bertindak tegas dan sigap, seperti pada prosesi pengangkatan Abu Bakar. Dan ada juga
Utsman bin Affan, pribadi yang lembut, berwibawa dan dermawan dan ia adalah menantu dari Rasulullah, meminang dua putri nabi sekaligus dan sering dijuluki Dzun Nurain.
Ali bin Abi Thalib, sosok cerdas, dan rendah hati dan dialah yang paling muda dari orang yang mula-mula masuk Islam.
2. Proses pengangkatan.
Masing-masing Khalifah memiliki cara peng-angkatan yang berbeda-beda.
Abu Bakar, ditunjuk oleh Umar dan kemudian disetujui bersama.
Umar bin Khattab, mandat dari Abu Bakar (Khalifah Sebelumnya) sebelum wafat.
Kebijakan-kebijakan.
Dalam masing-masing periode terdapat perbedaan komposisi kebijakan:
Abu Bakar, Terpusat pada pemberantasan kaum murtadz, Nabi palsu dan orang-orang yang enggan zakat dan mulai ekspansi meski belum maksimal.
Umar bin Khattab, Ekspansi besar-besaran digalakkan, ditata administrasi Negara, dan mempersatukan Umat Islam.
3. Akhir Hayat Khulafaur Rasyidin.
Sungguh miris ketika sejarah mencatat tiga khalifah wafat dengan tidak wajar.
Abu Bakar, wafat secara alami tanpa pembunuhan.
Umar bin Khattab, dibunuh Abu Lu’luah budak Persia
B. Saran
Setelah kita mengetahui sejarah cerah dan kelam dari Khulafaur Rasyidin, kita harus memahami bahwa mereka adalah sahabat-sahabat terbaik Nabi, mereka telah melaksanakan kepemimpinan Islam dengan sepenuhnya. Sistem demokratis dan prinsip musyawarah mereka patut kita teladani.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad. Islam Dari Masa ke Masa,
(Bandung: Rosdakarya, 1987).
Lewis,Bernard Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah,
Pedoman Ilmu 1988.
Hajar,Ibn. Al-Ishabah fi Tamyiz Ashabah (Ttp.
Jilid IV).
Ibrahim,Hasan Asiyasi Ad-dini Ats-tsaqafi
Al-Ijtima’I, jilid 1, Kairo:Maktabah An-Nahdah Al-Mishriyya, cet. 9,
1979.
Fu’adi,Imam. Sejarah Peradaban Islam, (Teras:
Yogyakarta), 2011.
Amin,Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam,
(Amzah: Jakarta) 2009.
Madjid, Nurcholish Agama dan
Negara dalam Islam dalam kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta:
Paramadina, 1994) .
___________ . “Skisme dalam Islam
Tnjauan Singkat secara Kritis Historis Proses Dini Perpecahan Sosial Keagamaan
Islam” dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta:
Paramadina, 1995).
Hasan, Hasan Ibrahim Tarikh Al-Islam. Kairo:
Nahdah Al-Mishriyah, 1965.
Nu’main,Syibi. Umar Ynag Agung:
Sejarah dan Analisa kepemimpinan Khalifah I (Bandung: Pustaka, 1981).
Sadzali.Munawir. Islam dan Tata Negara (Jakarta:
UI Press, 1990).
MA. Shaban, Sejarah Islam (Jakarta: Rajawali
Press, 1993).
Syibli Nu’main, Umar yang Agung:
Sejarah dan Analisa Kepemimpinan Khalifah II. Bandung Pustaka 1981.
Nasution, Harun. Islam ditinjau dari berbagai
Aspeknya I. Jakarta: UI Press, 1985.
Najar, Abdul Wahab. Al-Khulafa Ar-Rasyidun,
(Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1990).
Depag RI, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Pt.
Ikhtiar Baru.
Ali, Maulana Muhammad. Early Chaliphate,
Lahore: Ahmadiyyah Anjuran Ishaat Islam, tt.
Watt, W. Montgomery, Pengantar
Studi Al-Qur’an, Jakarta: Rajawali, 1991.
Atsir, Ibn. Al-Kamil fi Al-Tarikh, Jilid III
(Libanon: Dar Beirut li Al-Thiba’ah wa Al-Nasyir, 1965).
Amin, Ahmad. Islam dari Masa ke
Masa, (Bandung: CV Rusyda, 1987,cetakan pertama)
[1] Ahmad Amin, Islam
Dari Masa ke Masa, (Bandung: Rosdakarya, 1987), hlm. 80.
[2] Bernard Lewis, Bangsa
Arab dalam Lintasan Sejarah, Pedoman Ilmu 1988, hlm 38
[3] Ibn Hajar, Al-Ishabah
fi Tamyiz Ashabah (Ttp. Jilid IV), hlm 101.
[4] Hasan Ibrahim, Asiyasi
Ad-dini Ats-tsaqafi Al-Ijtima’I, jilid 1, Kairo:Maktabah An-Nahdah
Al-Mishriyya, cet. 9, 1979, hlm. 205.
[5] Imam Fu’adi, Sejarah
Peradaban Islam, (Teras: Yogyakarta), 2011. Hlm. 30.
[6] Samsul Munir Amin,
Sejarah Peradaban Islam, (Amzah: Jakarta) 2009, hlm 92
[7] Ibid. hlm 93
[8] Nurcholish Madjid, Agama
dan Negara dalam Islam dalam kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta:
Paramadina, 1994) hlm. 592.
[9] Imam Fu’adi, op
cit. hlm. 27
[10] Samsul Munir Amin, op
cit, hlm 95
[11] Ibid, hlm. 96
[12] Ibid. hlm 98
[13] Imam Fu’adi, op
cit. hlm 30.
[14] Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh
Al-Islam, hlm. 171.
[15] Syibi Nu’main, Umar
Ynag Agung: Sejarah dan Analisa kepemimpinan Khalifah I (Bandung: Pustaka,
1981) hlm. 29.
[16] Imam Fu’adi, Opcit
. hlm. 31
[17] H. Munawir Sadzali. Islam
dan Tata Negara (Jakarta: UI Press, 1990), hlm. 23
[18] Ibid, hlm. 33
[19] Nurchalish Madjid,
“Skisme dalam Islam Tnjauan Singkat secara Kritis Historis Proses Dini
Perpecahan Sosial Keagamaan Islam” dalam Kontekstualisasi Doktrin
Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1995) hlm. 673-674.
[21] Nurchalish Madjid, Op
cit, hlm. 674
[22] Imam Fu’adi, Op
cit, hlm. 37
[23] Syibli Nu’main, Umar
yang Agung: Sejarah dan Analisa Kepemimpinan Khalifah II. Bandung Pustaka
1981.
[25] Abdul Wahab Najar, Al-Khulafa
Ar-Rasyidun, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1990) hlm. 69
[26] Ibid, hlm. 70.
[27] Hisbah bertugas
sebagai pengawas pasar, mengontrol timbanagn dan takaran, menjaga tata tertib
kesusilaan dan sebagainya.