BAB I
PENDAHULUAN
Manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal,
mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula kejadian alam semesta ini
diciptakan Tuhan melalui proses setingkat demi setingkat, pola perkembangan
manusia dan kejadian alam semesta yang berproses demikian adalah berlangsung di
atas hukum alam yang ditetapkan oleh Allah sebagai “Sunnatullah”.
Kehidupan manusia di dunia merupakan
anugerah dari Allah SWT. Dengan segala pemberian-Nya manusia dapat mengecap
segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya. Tapi dengan anugerah
tersebut kadangkala manusia lupa akan dzat Allah SWT yang telah memberikannya.
Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di dalam
kehidupannya dapat berbuat sesuai dengan bimbingan Allah SWT. Hidup yang
dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan
tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang Normatif dan Deskriptif
(Quraniyah dan Kauniyah).
Sebagian dari syariat terdapat aturan
tentang ibadah, baik ibadah khusus maupun ibadah umum. Sumber syariat adalah
Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang belum diatur secara pasti di
dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariat dapat
dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam Aqidah atau keimanan.
Untuk supaya kita
lebih paham terhadap syariat dan hal-hal penting yang ada didalamnya, maka, kami
disini akan membahas lebih jauh mengenai syariat dan prinsip-prinsip utama
dalam syariah, yang kemudian kami kembangkan dalam satu tema yang berjudul : Prinsip-Prinsip Utama Syariah.
1.2.1
Apakah pengertian Syariat?
1.2.2
Apa saja dasar-dasar syariat?
1.2.3
Apa hal-hal yang menjadi
prinsip-prinsip syariat?
1.2.4
Bagaimana ayat-ayat dan hadist yang
terkait dengan prinsip syariat?
1.3 Tujuan
pulisan
Tujuan penulisan makalah ini
adalah:
1.3.1
Mengetahui pengertian syariat.
1.3.2
Memberikan pengetahuan dan
informasi tentang dasar-dasar syariat.
1.3.3
Mengetahui prinsip-prinsip utama
dalam syariat.
1.3.4
Mengetahui ayat-ayat dan hadist yang
terkait dengan prinsip syariat?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Syari'ah
Syari'ah sering diidentikkan dengan
fikih. Penyebutan ini tidak seluruhnya benar, sebab syari'ah dipahami sebagai
wahyu Allah dan sabda Nabi Muhammad, yang berarti din al-islam, sementara fikih adalah
pemahaman ulama terhadap sumber ajaran agama Islam tersebut.
Demikian juga istilah “hukum Islam”
sering diidentikkan dengan kata norma Islam dan ajaran Islam. Dengan demikian,
padanan kata ini dalam bahasa Arab barangkali adalah kata “al-syari’ah”. Namun,
ada juga yang mengartikan kata hukum Islam dengan norma yang berkaitan dengan
tingkah laku, yang padanannya barangkali adalah “al-fiqh”.
Penjabaran lebih luas dapat
dijelaskan sebagai berikut: bahwa kalau diidentikkan dengan kata “al-syari’ah”,
hukum Islam secara umum dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit.
a.
Syari'ah Dalam Arti Luas
Dalam arti luas “al-syari’ah” berarti seluruh
ajaran Islam yang berupa norma-norma
ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem
kepercayaan/doktrinal) maupun tingkah
laku konkrit (legal-formal) yang individual dan kolektif. Dalam arti ini, al-syariah identik
dengan din, yang berarti meliputi seluruh cabang pengetahuan keagamaan Islam,
seperti kalam, tasawuf, tafsir, hadis, fikih, usul fikih, dan seterusnya. (Akidah,
Akhlak dan Fikih).
b.
Syari'ah Dalam Arti Sempit
Sedang
dalam arti sempit al-syari’ah berarti norma-norma yang mengatur sistem tingkah
laku individual maupun tingkah laku kolektif. Berdasarkan pengertian ini,
al-syari’ah dibatasi hanya meliputi ilmu fikih dan usul fikih.
2.2 Contoh Keadilan
dalam Kehidupan Manusia
Tidak adil bagi
sebuah perusahaan untuk memberikan kompensasi yang sama pada para karyawan yang
bekerja dengan prestasi yang berbeda-beda. Tidak adil bagi seorang guru untuk
memberikan nilai yang sama pada semua siswa. Tidak adil bagi seorang hakim
memutuskan hukuman yang sama pada dua orang yang bersalah yang besar dan dampak
kesalahannya jauh berbeda.
Tidak adil untuk
memperlakukan yang berbuat baik dan berbuat buruk sama. Memeperlakukan yang
berbuat baik sama dengan yang berbuat buruk adalah ketidakadilan (kezaliman).
“Dan Kami tidak menciptakan langit
dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia, tanpa hikmah. Yang
demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang
kafir itu karena mereka bakal masuk neraka. Patutkah Kami memperlakukan
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh sama dengan orang-orang
yang berbuat kerusakan di muka bumi? Patutkah juga Kami memperlakukan orang
–orang yang bertakwa sama dengan orang-orang yang berbuat maksiat?” (Shad:
27-28)
Al-Qur’an juga mengatakan
Apakah orang-orang beriman itu sama
dengan orang-orang yang fasik?
(QS as-Sajdah [32]:18)
2.3 Musyawarah
Islam mengakui
prinsip musyawarah dan mengharuskan penguasa melaksanakannya, ia melarang sikap
otoriter dan diktator, menyerahkan kepada manusia untuk menentukan bagaimana
cara melaksanakan musyawarah, untuk memberikan keluwesan dengan memperhatikan
perubahan situasi dan kondisi, oleh karena itu musyawarah bisa dilakukan dengan
berbagai macam bentuk dan berbagai cara sesuai dengan masa, bangsa dan tradisi,
yang penting pelaksanaan pemerintahan dimulai dari pemilihan presiden kemudian
membuat garis-garis besar haluan negara, dengan menyertakan rakyat dan seluruh
umat atau yang mewakili mereka, yaitu yang dinamakan ahlul halli wal aqdi,
dimana kekuasaan pemerintah dibatasi oleh 2 hal, yaitu syari’at dan musyawarah,
yakni dgn hukum Allah dan pendapat umat.
Ini merupakan
fleksibelitas dalam mengaplikasikan musyawarah dalam masyarakat muslim, dan
inilah bidang bagi para mujtahid, orang-orang yang punya ilmu dan pengalaman
dalam membuat undang-undang Islam, yang menghalangi penyimpangan para penguasa dan
keberanian para tiran dalam melanggar hak Allah dalam kedaulatannya, dan hak
manusia dalam menghambakan diri padaNya.
Penjamin utama
dalam merealisasikan ini semua adalah kesadaran rakyat terhadap wajibnya
melaksanakan hukum Allah, dan hanya menghambakan diri padaNya, dengan
menjauhkan diri dari pengagungan atau pengkultusan terhadap golongan atau
individu dalam bentuk pemimpin atau raja atau pahlawan, karena ini semua
bertentangan dengan akidah tauhid, dan merupakan bahaya yang sangat besar
apabila masyarakat sampai kepada pengkultusan ini dimana seseorang merasa hina
di hadapan pemimpin yang cerdas, atau penguasa satu-satunya, atau raja yang
mulia, atau partai yang berkuasa, dan lain sebagainya dari bentuk-bentuk
berhala yang menyerupai syi’ar ibadah, dan menjatuhkan manusia kepada
kesyirikan baik mereka meyadari atau tidak, & ini semua tdk boleh terjadi
dalam masyarakat muslim yang disinari oleh petunjuk al-Qur’an dan hadits.
Perbedaan Musyawarah dengan Demokrasi
Islam telah
mewajibkan musyawarah sejak 5 belas abad yang lalu, dan mewajibkan kepada umat
Islam utuk menerapkannya dalam kehidupan mereka secara pribadi, dalam
masyarakat mereka, dan dalam negara mereka, dan musyawarah dalam Islam
merupakan prinsip baru bagi kemanusiaan dalam sejarah mereka dahulu dan kini.
Hal ini karena apa yang dicapai oleh manusia
sekarang setelah revolusi berdarah adalah demokrasi dalam system pemerintahan. Jika kita membandingkan antara
demokrasi barat yg berlaku sekarang dengan musyawarah dalam Islam, maka kita akan mendapatkan banyak perbedaan antara
keduanya, dalam metode, dan tujuan, walaupun keduanya bertemu dalam banyak sisi.
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian Syariah
Kata
syarî’ah itu asalnya dari kata kerja syara’a. kata ini menurut ar-Razi dalam
bukunya Mukhtâr-us Shihah,bisa berarti nahaja (menempuh), awdhaha (menjelaskan)
dan bayyan-al masâlik (menunjukkan jalan). Sedangkan ungkapan syara’a lahum –
yasyra’u – syar’an artinya adalah Sanna (menetapkan).
Sedang menurut
Al-Jurjani, syarî’ah bisa juga artinya mazhab dan tharîqah mustaqîmah /jalan
yang lurus. Jadi arti
kata syarî’ah secara bahasa banyak artinya.
Para
ulama akhirnya menggunakan istilah syarîah dengan arti selain arti bahasanya,
lalu mentradisi. Maka setiap disebut kata syarî’ah, langsung dipahami dengan
artinya secara tradisi itu.
Imam
al-Qurthubi menyebut bahwa
syarî’ah artinya adalah agama yang ditetapkan oleh Allah Swt untuk
hamba-hamba-Nya yang terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan. Hukum dan ketentuan Allah itu
disebut syariat karena memiliki kesamaan dengan sumber air minum yang menjadi sumber
kehidupan bagi makhluk hidup.
Ibn-ul
Manzhur syariat itu
artinya sama dengan agama.
Syariah adalah ketentuan-ketentuan
agama yang merupakan pegangan bagi manusia di dalam hidupnya untuk meningkatkan
kwalitas hidupnya dalam rangka mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Syariah Islam adalah tata cara
pengaturan tentang perilaku hidup manusia untuk mencapai keridhoan Allah SWT
yang dirumuskan dalam Al-Qur’an, yaitu :
1. Surat
Asy-Syura ayat 13
“ Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kamu wahyukan kepadamu dan apa
yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah
agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat
berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah
menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
(agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (Quran surat Asy-Syura
ayat 13).
2. Surat Asy-Syura ayat 21
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan
untuk mereka agama yang tidak diijinkan Allah ? sekiranya tak ada ketetapan
yang menentukan (dari Allah tentukanlah mereka dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab
yang pedih”. (Qur’an Surat Asy-Syura Ayat : 21).
3. Surat
Al-Jatsiyah ayat 18
“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas
syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan
janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Qur’an
Surat Al-Jatsiyah ayat : 18).
·
Syariat bersifat permanen, kekal dan abadi,
fiqih atau hukum islam bersifat temporer, dan dapat berubah. Namun, dalam
praktiknya antara syariat dan fiqih sulit dibedakan.
Syariat
·
Berasal dari Al-Qur'an dan As-sunah
·
Bersifat fundamental
·
Hukumnta bersifat Qath'i (tidak berubah)
·
Hukum Syariatnya hanya Satu (Universal)
·
Langsung dari Allah yang kini terdapat dalam
Al-Qur'an
3.2 Dasar-dasar Syariat
Dasar-dasar yang digunakan dalam syariah islam
adalah sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
Kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan merupakan Undang-Undang yang sebagian
besar berisi hukum-hukum pokok.
2. Al-Hadist (As-Sunnah)
Sumber hukum kedua
yang memberikan penjelasan dan rincian terhadap hukum-hukum Al-Qur’an yang
bersifat umum.
3.3 Prinsip-prinsip Utama Syariat
1. Keadialan (Al - Adalah)
a. Pengertian keadilan
Keadilan Tuhan terehadap ciptaannya bermakna bahwa Tuhan pasti
mengkaruniakan kepada setiap makhluk apa yang patut baginya dan berguna
baginya. KeadilanNya tidak pernah terlepas dari KemahabijakanNya, yakni, Ia
menciptakan sekalian makhluk dengan maksud dan tujuan yang pasti. Kebijaksanaan
Ilahi memestikan kemajuan makhluk-makhluk hidup ke arah tujuan dan kesempurnaan
eksistensialnya.
Keadilan Ilahi dalam kehidupan
manusia
Seorang manusia yang berbuat kebaikan
patut memperoleh kebaikan. Seorang manusia yang berbuat keburukan patut
memperoleh keburukan.
Adalah suatu kemustahilan Tuhan
memberikan keburukan sebagai hasil dari kebaikan yang dilakukan manusia.
“Tidak ada
balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”
(QS 55 (AR-RAHM?N): 60)
“Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya pula. “
(QS 99
(AL-ZALZALAH):7-8)
Makna keadilan dalam kehidupan manusia adalah, bahwa selayaknya setiap manusia
memperoleh apa yang patut baginya dan berguna baginya.
Contoh: Seorang anak kecil patut memperoleh kasih sayang dari orang-tuanya. Orang
tua patut memperoleh cinta dan penghormatan dari anaknya.
Seorang istri patut memperoleh nafkah
lahir batin dari suaminya. Seorang suami patut memperoleh kasih-sayang dan
pendampingan lahir batin dari istrinya.
Seorang
murid patut memperoleh pendidikan dari gurunya. Seorang Guru patut memperoleh
rasa terima kasih dan penghormatan dari muridnya.
Makna lain keadilan adalah, mempertimbangkan hak orang lain. Oleh karena
itu, adalah tidak adil untuk merampas hak orang lain. Juga adalah tidak adil
untuk membedakan hak seseorang karena ras dan faktor lain.
Keadilan
adalah meletakkan segala sesuatu sesuai dengan posisi dan kepatutannya
Sungguh Dia-lah yang telah memberi
bentuk pada segala sesuatu, menempatkan segala pada posisi setepat-tepatnya
hingga mereka semua melaluinya memperoleh limpahan KebaikanNya dalam mencapai
kesempurnaan eksistensinya. Maha Suci Dia Yang Maha Adil! Sungguh tepat apa
yang dikatakan oleh Amirul Mukminin dalam Nahjul Balaghah khotbah ke 437, bahwa
keadilan adalah “meletakkan segala sesuatu sesuai dengan posisinya”.Sungguh
Tuhan Yang Maha adil telah meletakkan segala sesuatu pada posisinya yang paling
sempurna.
Keadilan bukanlah persamaan
Keadilan tidak
selalu berarti persamaan. Seringkali keadilan berarti perbedaan.
2.
Persamaan (Al –
Musawa)
Telah
berabad-abad lamanya, sejarah menyaksikan bagaimana orang-orang kulit putih
senantiasa berbuat zalim dan bertindak diskriminatif terhadap orang-orang kulit
hitam; kamar mandi umum, restoran, tempat peristirahatan, rumah sakit,
sekolahan, dan tempat pemakaman orang kulit hitam dipisahkan dari orang kulit
putih.
Islam
dengan tegas menolak dan menentang bentuk pilih kasih semacam ini dengan
mengatakan,
"Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu". (Al-Hujurat: 13.)
Orang-orang
yang termulia di sisi Allah adalah mereka yang paling bertakwa. Perbedaan
bentuk fisik, ras, dan bahasa justru menunjukkan kekuasaan Allah.
Di antara berbagai tanda
kekuasaan-Nya, terdapat langit, bumi, serta beragam macam bahasa dan wama
kulit.( Ar-Rum: 22. )
Pada perjalanan haji
terakhirnya, Nabi mulia SAW mengumpulkan para jamaah haji dan bersabda, "Seluruh
umat Islam dari berbagai kabilah, suku, ras, dan bahasa adalah sama."(
Safinah al-Bihar, jilid II, hal. 248.)
Semasa hidupnya,
Nabi mulia SAW seringkali memberikan kedudukan tertentu kepada para budaknya,
menikahkan orang kulit hitam dengan kulit putih, bahkan anak bibi beliau
diberikan kepada seorang budak hitam. Semua itu
ditujukan demi menghapus berbagai bentuk diskriminasi (pembeda-bedaan)
Islam Mengajarkan Keadilan, Bukan Persamaan dalam
Segala Hal
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى
النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللهُ بَعْضَهُمْ
عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا
أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ
بِمَا حَفِظَ اللهُ
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka
(laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang
shalihah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (An-Nisa`: 34)
3. Musyawarah (Al – Musyawarah)
Secara
etimologis, musyawarah berasal dari kata syawara, yaitu berunding, berembuk,
atau mengatakan dan mengajukan sesuatu. Makna dasar dari kata musyawarah adalah
mengeluarkan dan menampakan (al-istihkhraju wa al-izhar). Secara terminologis,
musyawarah diartikan sebagai upaya memunculkan sebuah pendapat dari seorang
ahli untuk mencapai titik terdekat pada kebenaran demi kemaslahatan umum.
Kata
musyawarah diambil dari akar kata syin (sy) waw (w), dan ra (r). Ketiga huruf
tersebut membentuk kata syawara, yang awalnya bermakna mengeluarkan madu dari
sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu
yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain (termasuk pendapat).
Pada
dasarnya, musyawarah digunakan untuk hal-hal yang bersifat umum atau pribadi.
Oleh karena itu, bermusyawarah sangat dibutuhkan, terutama untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapi, baik oleh masyarakat secara individu maupun secara umum.
Islam telah menganjurkan
musyawarah dan memerintahkannya dalam banyak
ayat dalam al-Qur’an, ia menjadikannya sesuatu hal terpuji dalam kehidupan individu,
keluarga, masyarakat dan negara, serta menjadi elemen penting dalam kehidupan
umat, ia disebutkan dalam sifat-sifat
dasar orang-orang beriman dimana keIslaman dan keimanan mereka tidak sempurna
kecuali dengannya, ini disebutkan dalam surat khusus,
yaitu surat as syuura, Allah
berfirman:
“Dan (bagi) orang-orang yg menerima
(mematuhi) seruan Tuhannya & mendirikan shalat, sedang urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; & mereka menafkahkan sebagian
dari rezki yg kami berikan kpd mereka.” (Al Qur’an Surat: as Syuura: 38)
Oleh karena
kedudukan musyawarah sangat agung maka
Allah Subhanahu wa ta’ala menyuruh rasulnya melakukannya, Allah berfirman: “Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Al Qur’an Surat: Ali Imran:
159)
Perintah Allah kepada
rasulnya untuk bermusyawarah dengan para sahabatnya setelah tejadinya perang Uhud
dimana waktu itu Nabi telah bermusyawarah dengan mereka, beliau mengalah pada
pendapat mereka, dan ternyata hasilnya tidak menggembirakan, dimana umat Islam
menderita kehilangan tujuh puluh sahabat terbaik, di antaranya adalah Hamzah,
Mush’ab dan Sa’ad bin ar Rabi’. Namun demikian Allah menyuruh rasulnya untuk
tetap bermusyawarah dengan para sahabatnya, karena dalam musyawarah ada semua
kebaikan, walaupun terkadang hasilnya tidak menggembirakan.
Adapun prinsip musyawarah yang diwajibkan dalam Islam
adalah mewajibkan mengambil
pendapat semua tanpa membedakan antara mayoritas dan minoritas, kemudian mengambil pendapat yang terkuat dari segi
argumentasi setelah dibandingkan antara kedua pendapat, bukan mengambil suara terbanyak.
Dalam bermusyawarah kita tahu sulitnya
membuat kaidah memilih pendapat yang kuat, namun ini tidak
mustahil jika ditimbang dengan
akal sehat, maslahat dan pengalaman, sebagaimana ulama fiqh membuat kaidah ilmiyah utuk memilih pendapat yang kuat. Dengan memilih
pendapat yang
kuat sesuai dengan
kaidah ini maka tidak
ada keberpihakan pada
salah satu kelompok atas yang lain, akan tetapi mengambil pendapat terkuat secara akal, maslahat
dan
pengalaman setelah semua pendapat diletakkan pada posisi yang sama tanpa mengabaikan salah satu pendapat.
Prinsip musyawarah ini merupakan
prinsip baru dalam system pemerintahan dimana ia menghilangkan semua bentuk
penindasan dari pihak mayoritas atas pihak minoritas sebagaimana yg dianut oleh
system demokrasi mutlak. Demikian pula ia menghilangkan segala bentuk
penindasan pihak minoritas atas pihak mayoritas sebagaimana dalam system
sosialis demokratis.
Sebagaimana prinsip
musyawarah ini mengangkat semua pendapat orang baik dari pihak minoritas maupun
mayoritas kepada derajat yang sama, tanpa memberikan
kesan dikesampingkan atau tidak
diperdulikan kepada siapapun, sebagaimana yang berlaku pada masa nabi dalam
musyawarah yang wajib, kemudian mengambil pendapat terbaik setelah
ditimbang-timbang.
Akan tetapi seperti halnya masalah
lain, prinsip musyawarah ini memerlukan persiapan pendidikan secara khusus agar
musyawarah ini bisa diterima dengan
baik, dan
persiapan pendidikan utuk menerima prinsip musyawarah ini lebih mudah daripada persiapan pendidikan yang dipaksakan utuk menerima prinsip
penindasan kelompok mayoritas atas minoritas, atau prinsip penindasan minoritas
atas mayoritas, terutama yang kedua ini biasanya dan sampai sekarang tidak
diterapkan kecuali dengan
kekuatan dan
kekerasan.
Demikian pula prinsip musyawarah ini
memerlukan perangkat teknis ilmiah yang sesuai dengan
tema musyawarah, dengan
membentuk panitia khusus di parlemen misalnya atau lainnya yg diberi tugas utk
mempelajari usulan-usulan yg masuk utk memilih pendapat yg terbaik, kemudian
mengambil keputusan sesuai dengan
kaidah-kaidah aturan yang diterima oleh semua pihak dengan penuh kebebasan.
4. Ayat-Ayat Dan Hadist Yang Terkait Dengan Prinsip Syariat
a.
Ayat – ayat dan
Hadist tentang Keadilan
Berlaku
adil adalah salah satu prinsip Islam yang dijelaskan dalam berbagai nash ayat
maupun hadits. Prinsip ini benar-benar merupakan akhlak mulia yang sangat
ditekankan dalam syari’at Islam, sehingga wajar kalau tuntunan dan aturan agama
semuanya dibangun di atas dasar keadilan dan seluruh lapisan manusia diperintah
untuk berlaku adil.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kalian) berlaku adil, berbuat kebajikan dan memberi kepada kaum
kerabat. Dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.”
(QS. An-Nahl : 90)
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian. Sesungguhnya Allah adalah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisâ` : 58)
Dan Al-Qur`an Al-Karîm adalah lambang keadilan,
“Telah sempurnalah kalimat Rabb-mu (Al-Qur`an),
sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah-robah
kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.
Al-An’âm : 115)
Dan Allah Ahkamul Hâkimîn memerintah untuk berlaku adil secara
mutlak,
“Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu
berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu).” (QS. Al-An’âm : 152)
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang
yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap
diri kalian sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabat kalian. Jika ia kaya
ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kalian
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian
memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.” (QS. An-Nisâ` : 135)
Dan Rabbul
‘Izzah tetap memerintahkan untuk berlaku adil walaupun terhadap musuh sendiri,
“Hai orang-orang
yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Mâ`idah : 8)
Dan Allah memuji orang-orang yang berlaku adil,
“Dan di antara
orang-orang yang Kami ciptakan ada umat yang memberi petunjuk dengan hak, dan
dengan yang hak itu (pula) mereka menjalankan keadilan.” (QS. Al-A’râf : 181)
Dan Nabi-Nya telah diperintah untuk menyatakan,
“Dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kalian.”
(QS. Asy-Syûrô:15)
Hadist keadilan
عن عبدالله بن عمرو بن العاص رضي الله تعالى عنهما قال: قال رسول الله صل
الله عليه و سلّم : (( انّ المقسطين عند الله على منابر من نور, عن يمين الرحمن
عزّوجلّ وكلتا يديه يمين, الذين يعدلون في حكمهم واهليهم وما ولوا )). (اخرجه مسلم).
Dari Abdullah ibni amr ibnil ash رضي
الله عنهما ,
telah bersabda Rosulullah صلى الله عليه و سلم : “Sesungguhnya orang
yang adil berada dekat dengan ALLAH عزّوجلّ diatas mimbar dari
cahaya, disebelah kanan ALLAH عزّوجلّ, dan tangan keduaNYA
adalah kanan, yaitu mereka yang adil didalam hukum mereka dan kepada keluarga
mereka dan segala yang diamanahkan kepada mereka.” (HR. Muslim)
b.
Ayat
– ayat dan Hadist tentang Persamaan
dalam Islam
Telah berabad-abad lamanya, sejarah
menyaksikan bagaimana orang-orang kulit putih senantiasa berbuat zalim dan
bertindak diskriminatif terhadap orang-orang kulit hitam; kamar mandi umum,
restoran, tempat peristirahatan, rumah sakit, sekolahan, dan tempat pemakaman
orang kulit hitam dipisahkan dari orang kulit putih.
Islam dengan tegas menolak dan menentang bentuk pilih
kasih semacam ini dengan mengatakan, "Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah, ialah orang yang paling bertakwa di antara
kamu". (Al-Hujurat: 13.)
Orang-orang yang termulia di sisi Allah adalah
mereka yang paling bertakwa. Perbedaan bentuk fisik, ras, dan bahasa justru
menunjukkan kekuasaan Allah. Di antara berbagai tanda kekuasaan-Nya, terdapat langit,
bumi, serta beragam macam bahasa dan wama kulit.( Ar-Rum: 22. )
Pada perjalanan haji terakhirnya, Nabi mulia
SAW mengumpulkan para jamaah haji dan
bersabda, "Seluruh umat Islam dari berbagai kabilah, suku, ras, dan
bahasa adalah sama."( Safinah al-Bihar, jilid II, hal. 248.)
Semasa hidupnya, Nabi mulia SAW seringkali
memberikan kedudukan tertentu kepada para budaknya, menikahkan orang kulit
hitam dengan kulit putih, bahkan anak bibi beliau diberikan kepada seorang
budak hilam. Semua itu ditujukan demi menghapus berbagai bentuk
diskriminasi (pembeda-bedaan)
c.
Ayat
– ayat dan Hadist tentang Musyawarah dalam Islam
Surat As syuura, Allah berfirman:
“Dan (bagi) orang-orang yg menerima (mematuhi) seruan Tuhannya &
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara
mereka; & mereka menafkahkan sebagian dari rezki yg kami berikan kpd
mereka.” (Al Qur’an Surat: as Syuura: 38)
Oleh karena kedudukan musyawarah sangat agung maka Allah Subhanahu
wa ta’ala menyuruh rasulnya melakukannya, Allah berfirman: “Dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.” (Al Qur’an Surat: Ali Imran:
159).
BAB IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Syariat islam
tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya diajarkan saja, tetapi
harus dididik melalui proses pendidikan nabi sesuai ajaran Islam dengan
berbagai metode dan pendekatan.
Syariah Islam memberikan
tuntunan hidup khususnya pada umat Islam dan umumnya pada seluruh umat manusia
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Muamalah dalam syariah Islam
bersifat fleksibel tidak kaku. Dengan demikian Syariah Islam dapat terus
menerus memberikan dasar spiritual bagi umat Islam dalam menyongsong setiap perubahan yang terjadi di
masyarakat dalam semua aspek kehidupan.
Syariah Islam dalam muamalah senantiasa mendorong penyebaran
manfaat bagi semua pihak, menghindari saling merugikan, mencegah perselisihan
dan kesewenangan dari pihak yang kuat atas pihak-pihak yang lemah. Dengan
dikembangkannya muamalah berdasarkan syariah Islam akan lahir masyarakat
marhamah, yaitu masyarakat yang penuh rahmat.
Bagi kaum Muslim, penerapan Syariat Islam menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari, baik secara pribadi, keluarga, masyarakat, maupun negara. Ibadah
shalat, zakat, haji, pernikahan, perdagangan, dan sebagainya, adalah sebagian aspek kehidupan yang terikat
erat dengan syariat. Namun, harus diakui, ada saja sementara orang Muslim
sendiri yang syariat-fobia.
Yang lebih penting, konsep syariat Islam lebih mengedepankan konsep keadilan, persamaan, musyawarah
dan pencegahan, ketimbang sanksi hukuman. Pada akhirnya,
sukses-tidaknya suatu penerapan hukum, juga ditentukan oleh kualitas takwa para
hakim, penguasa, dan juga rakyat. Wallahu a’lam bil-shawab.
4.2 Saran
Sebagai umat
muslim mari kita benar-benar menerapkan syariat – syariat dalam islam, agar
semua apa yang telah kita amalkan dan kita lakukan, mendapat ridho dari Allah
SWT.
DAFTAR PUSTAKA
Zaenal Fanani, S.H.I., M.Si. (Hakim Pengadilan Agama Martapura)
- Badilag.net
Fiqh Islam, H. Sulaiman rasjid, 1976, Attahiriyah, Bandung.
http://islamwiki.blogspot.com/2012/08/pengertian-syariah-dalam-arti-luas-dan.html
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=283%3Asyariat-islam-dan-tantangan-zaman&catid=11%3Anirwan-syafrin&Itemid=17
Rosyanti, Imas., (2002) Esensi Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, (hlm 235)
Shihab, M.Quraish., (1996), Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, (cet.12.)
Rosyanti, Imas., (Op.cit 236)
http://www.allaahumma.com/547/prinsip-dan-kewajiban-bermusyawarah-dalam-islam.htm
http://agil-asshofie.blogspot.com/2011/04/persamaan-dalam-islam.html
http://abuirhas.blogspot.com/2012/01/hadits-tentang-keadilan.html
Sumber: http://www.asysyariah.com/print.php?id_online=614
Tidak ada komentar:
Posting Komentar