Minggu, 21 April 2013

PERIODESASI MASA KHULAFAUR RASYIDIN



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Wafatnya Nabi Muhammad sebagai pemimpin Agama maupun Negara menyisakan persoalan pelik . Pasalnya Rasulullah tidak meninggalkan wasiat kepada seorangpun sebagai penerusnya. Akibatnya, para sahabat mempermasalahkan dan saling berusaha untuk mengajukan calon pilihan dari kelompoknya. Sekelompok orang berpendapat Abu Bakar lah yang berhak menjadi khalifah, karena Rasulullah meridhainya dalam soal-soal agama, salah satunya dengan memintanya mengimami shalat jama’ah selama beliau sakit. Kelompok dari ahl bait mengusulkan Ali bin Abi Thalib untuk menjadi khalifah karena keluarga Rasul sendiri. Kelompok kaum Anshor mengajukan Saad bin Ubadah, karena kaum Anshorlah yang menolong Rasulullah di saat dianiaya di makkah.[1]
Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadi penerus Nabi. Namun berkat tindakan tegas dari tiga orang yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Ubaidah bin Jarrah dan dengan melakukan semacam kudeta (cpup d’etat) terhadap, memaksa Abu Bakar sendiri sebagai deputi Nabi.[2] Sepeninggal Rasulullah, empat pengganti beliau adalah para pemimpin yang adil dan benar. Mereka menyelamatkan dan mengembangkan dasar-dasar tradisi dari sang Guru Agung bagi kemajuan Islam dan Umatnya. Oleh karena itu , gelar Al-Khulafa Ar-Rasyidin yang mendapat bimbingan di jalan lurus diberikan kepada mereka.
Sejarah mencatat langkah-langkah para Khulafaur Rasyidin dalam melanjutkan kepemimpinan dalam Islam. Baik sejarah cemerlang maupun kelam dari tiap khalifah itu mewarnai masa ini. Maka dari itu, penulis bermaksud mengulas tentang sejarah masa Khulafaur Rasyidin khususnya pada masa kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khottob.

B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimana biografi singkat masing-masing Khulafaur Rasyidin?
2.    Bagaimana Proses pengangkatan masing-masing Khulafaur Rasyidin?
3.    Apa saja kebijakan yang diambil masin-masing Khulafaur Rasyidin?
4.    Bagaimana akhir hayat masing-masing Khulafaur Rasyidin?

C.    Tujuan
1.         Mengetahui biografi singkat masing-masing Khulafaur Rasyidin.
2.         Memahami Proses pengangkatan masing-masing Khulafaur Rasyidin.
3.     Megetahui beberapa kebijakan yang diambil masin-masing Khulafaur Rasyidin.
4.         Mengetahui akhir hayat masing-masing Khulafaur Rasyidin.
 

BAB II
PERIODESASI MASA KHULAFAUR RASYIDIN

A.    Abu Bakar Ash Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
1.      Biografi
Abu Bakar nama lengkapnya adalah Abdullah bin Utsman bin Amir bin Umar bin Ka’b bin Tiim bin Mairah At-Tamimi.[3] Dia termasuk salah seorang sahabat yang utama. Beliau lahir pada tahun 573 M, danGelar Ash-Shiddiq diperolehnya karena dia dengan segera membenarkan Nabi dalam berbagai peristiwa, terutama Isra’ Mi’raj.[4] Yaitu ketika banyak orang sulit bahkan tidak percaya akan kejadian Isra’ Mi’raj itu, justru Abu Bakarlah yang tidak meragukan kebenaran peristiwa itu.[5] Rasulullah juga mempercayainya sebagai pengganti untuk menangani tugas-tugas keagamaan dan mengurusi persoalan-persoalan di Madinah.

2.      Proses Pengangkatan
Pembaiatan Abu Bakar dilakukan dengan penunjukan oleh Umar bin Khattab yang disetujui oleh semuanya. Kronologis pemilihan Abu Bakar bukan tanpa pro kontra banyak orang yang menganggap, terutama Bani Hasyim, yang menganggap bahwa pemilihan Abu Bakar tersebut tidak sah, dikarenakan beberapa alasan. (1) Yang pantas menggantikan adalah dari pihak Nabi, yaitu Ali, ini merupakan konsekuensi logis dari watak Bangsa Arab yaitu Ashabiyah. (2) Belum sempurnanya pengurusan jenazah Nabi, namun sekelompok orang sudah memperebutkan tentang pengganti Nabi. Umar Khawatir bahwa mereka akan melangsungkan suatu baiat lainnya.
Akhirnya dengan semangat ukhwah islamiyah terpilihlah Abu Bakar. Ia seorang Quraisy yang merupakan pilihan ideal, karena sejak pertama menjadi pendamping Nabi, Ia shabat yang paling memeahami risalah Muhammad, bahkan ia merupakan kelompok Assabiqunal Awwalun yang memperoleh gelar As-Shiddiq.[6]
Hal menarik dari Abu Bakar, bahwa pidato inaugurasi yang diucapkan sehari setelah pengangkatannya, menegaskan totalitas kepribadian dan komitmen Abu Bakar terhadap nilai-nilai Islam dan strategi meraih keberhasilan tinggi bagi Umat sepeninggal Rasulullah.[7] Pidato ini oleh banyak ahli dianggap sebagai statemen politik yang amat maju, dan yang pertama sejenisnya dengan semangat modern.[8]

3.      Kebijakan Masa Abu Bakar
a.      Bidang Keagamaan
Kebijakan Masa Khalifah Abu Bakar paling umum di bidang keagamaan adalah mengumpulkan Al-Qur’an.[9] Karena takut akan bertambahnya para huffaz yang meninggal dunia terutama dalam peperangan, maka Umar pun mengusulkan adanya pengumpulan Al-Qur’an, kemudian disetujuinya dan menugaskan kepada Zaid bin Tsabit.
Kebijakan di bidang keagamaan yang lain adalah penumpasan oran-orang murtadz (riddah), enggan membayar zakat (begitu pula provokatornya), dan nabi-nabi palsu.
Mereka yang melakukan riddah, yaitu gerakan pengingkaran terhadap Islam. Riddah  berarti murtad, beralih agama dari Islam ke kepercayaan semula, secara politis merupakan pembangkangan (distorsion) terhadap lembaga Khalifah. Sikap mereka adalah pembuatan makar yang melawan agama dan pemerintah sekaligus.[10]
Adapun orang-orang yang tidak mau membayar Zakat, di antaranya kerena mereka mengira bahwa zakat adalah serupa pajak  yang dipaksakan dan penyerahannya ke perbendaharaan pusat. Di Madinah yang sama artinya dengan penurunan kekuasaan. Mereka menduga bahwa hanya Nabi yang berhak memungut zakat, yang dengan itu kesalahan seseorang dapat dihapus dan dibersihkan.[11]
Penumpasan nabi-nabi palsu digalakkan. Mereka yang mengaku sebagai Nabi antara lain, Aswad Ansi, Musailamah Al-Kadzab. Para nabi palsu tersebut pada umumnya menarik hati orang-orang Islam dengan membebaskan prinsip-prinsip moralis dan upacara keagamaan seperti membolehkan minum-minuman keras, berjudi, mengurangi sholat lima waktu menjadi tiga, puasa Ramadhan dihapus, pengubah pembayaran zakat yang wajib menjadi suka rela dan meniadakan batasan dalam perkawinan. Dalam gerakannya Aswad dan kawan-kawannya berusaha menguasai dan mempengaruhi masyarakat Islam, dengan mengerahkan pasukan untuk masuk ke daerahdaerah. Akhirnya pasukan riddatpun berhasil menyebar kedaerah-daerah, diantaranya: Bahrain, Oman Mahara dan Hadramaut. Para panglima kaum riddat semakin gencar melaksanakan misinya.
Abu Bakar sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan kejadian itu terus berlanjut. Beliau memandang gerakan murtad itu sebagai bahaya besar, kemudian beliau menghimpun para prajurit Madinah dan membagi mereka atas sebelas batalian dengan komando masing-masing panglima dan ditugaskan keberbagai tempat di Arabia. Abu Bakar menginstruksikan agar mengajak mereka kembali pada Islam, jika menolak maka harus perangi.
Beberapa dari suku itu tunduk tanpa peperangan, sementara yang lainnya tidak mau menyerah, bahkan mengobarkan api peperangan. Oleh karena itu pecahlah peperangan melawan mereka, dalam hal ini Kholid bin Walid yang diberi tugas untuk menundukan Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil dengan cemerlang. Sedangkan Musailamah seorang penuntut kenabian yang paling kuat, Abu Bakar mengirim Ikrimah dan Surabil. Akan tetapi mereka gagal menundukan Musailamah, kemudia Abu Bakar mengutus Kholid untuk melawan nabi palsu dari Yaman itu. Dalam pertempuran itu Kholid dapat mengahacurkan pasukan Musailamah dan membunuh dalam taman yang berdinding tinggi, sehingga taman disebut “taman maut” (Afandi dkk, 1995:97).

b.      Kebijakan Non Keagamaan
Selain kebijakan nyata di bidang keagamaan, Abu Bakar juga melakukan kebijakan non–Agama. Dia antara kebijakan itu adalah kebijakan ekonomi. Abu Bakar membuat semacam lembaga keuangan . Tentu lembaga ini masih sederhana, tetapi untuk ukuran waktu itu adalah sebuah kemajuan. Pengorganisasian dan pengoperasian masih bersifat sangat sederhana. Muhammad Ali bahkan menyebut pembentukan lembaga tersebut sebagai salah satu pencapaian yang paling penting dari Khalifah Abu Bakar, di samping kebijakan lain.
Tampaknya Kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad, Abu Bakar ,selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Dalam hal ini BAu Bakar megembangkan prinsip-prinsip demokrasi dalam pengambilan keputusan dengan membentuk semacam dewan perwakilan.
Masa Abu Bakar banyak terpakai untuk menstabilkan politik dalam negeri, untuk itu Khalifah Abu Bakar mengirim beberapa panglima seperti Khalid bin Walid, Ikrimah bin Abi Jahal, Syurahbil bin Hasanah, Amru bin Ash, dan lainnya. Pasukan dikonsentrasikan untuk memperkuat perbatasan Umat Islam dengan Persia dan Bizantium, yang akhirnya menjurus kepada serangkaian peperangan melawan kedua kekaisaran tersebut. Kemudian Umat Islam dibawah pimpinan Musanna dan Khalid bin Walid dikirim ke Irak, dan Syiria.
Ekspansi luar Negeri masa Khalifah Abu Bakar ini menghasilkan dua perang besar, yaitu (1) Perang Yarmuk, peperangan kaum muslimin di bawah kepemimpinan di bawah kepemimpinan Khalid bin walid menghadapi pasukan Ramawi. (2) Perang Mauqi’ah Zat As-‘Salasi, peperangan kaum muslimin dengan tentara Persia.

4.      Akhir Hayat Abu Bakar
Ketika pasukan Islam sedang mengancam Palestina, Irak, dan kerajaan Hirah, dan meraih beberapa kemenangan yang dapat memberikan kepada mereka beberapa kemungkinan besar lagi keberhasilan selanjutnya, khalifah Abu Bakar meninggal dunia pada hari senin 23 Agustus 634 Masehi. Setelah lebih kurang selama 15 hari terbaring di tempat tidur. Ia berusia 63 tahun, dan kekhalifahannya berlangsung dua tahun tiga bulan sebelas hari.[12]
Abu Bakar dengan demikian meskipun hanya memerintah selama dua tahun tetapi capaian prestasinya cukup bagus, dan yang penting juga adalah Abu Bakar mampu menciptakan stabilitas dalam negeri umat Islam, yang ini menjadi cikal bakal pengembangan pemerintahan di zaman khalifah berikutnya.[13]
B.  Masa Umar bin Khattab (13-23 H/634-644)
1.      Biografi
Umar bin Khatab nama lengkapya adalah Umar bin Khattab bin Nufail keturunan Abu Uzza Al-Quraisy dari suku Adi, salah satu suku yang terpandang mulia. Umar dilahirkan sebelum perang Fajar tiga belas tahun setelah kelahiran Nabi,[14] atau pada empat puluh tahun sebelum Nabi Hijrah.[15] Bila dilihat dalam catatam sejarah, secara kekeluargaan, Umar bin Khattab mempunyai hubungan kekerabatan denga Nabi Muhammad SAW, yaitu kakek buyut ke tujuh hubungan itu terjalin.
Ia adalah seorang yang berbudi luhur, fasih dan adil serta pemberani . Umar masuk Islam pada tahun ke lima setelah kenabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi, serta dijadikan sebagai tempat rujukan oleh Nabi mengenai hal-hal yang penting. Sebelum meninggal dunia, Abu Bakar telah menunjuk Umar bin Khattab menjadi penerusnya.
Seperti diketahui pula bahwa setelah Rasulullah meninggal dunia, Umar bin Khattab adalah kandidat dari kalangan Muhajirin, ia sangat berpengaruh ketika mengarahkan orang-orang Madinah untuk menerima Abu Bakar sebagai Khalifah, dan hal itu dapat disimpulkan bahwa ia mereka percayai.[16]

2.      Proses Pengangkatan
Terpilihnya Umar bin Khattab sebagai Khalifa berbeda dengan pendahulunya, Abu Bakar. Ia mendapatkan mandate kepercayaan sebagai Khalifah kedua tidak melalui pemilihan dalam suatu forum musyawarah yang terbuka, tetapi melalui penunjukan atau wasiat pendahulunya.[17]
Rupanya masa dua tahun bagi Khalifah Abu Bakar belumlah cukup menjamin stabilitas keamanan terkendali, maka penunjukan ini dimasud-kan untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam. Dan pertimbangan Abu Bakar ini menjadikan masyarakat Islam di zaman Umar bin Khattab menjadi kondusif, yang sekaligus menjadi pondasi penting bagi pengembangan pemerintahan-nya.[18]
Nurchalish Madjid berpendapat bahwa hal ini sangat beralasan jija dianalisis lebih jauh lagi, maka akan didapati gambaran bahwa system kekhalifahan merupakan system dalam kondisi darurat.[19]
Ketika Umar telah menjadi khalifah,ia berkata kepada umatya “Orang-orang arab seperti halnya seekor unta  yang keras kepala dan ini kan bertalian dengan pengendara dimana jalan yang akan dilalui dengan nama Allah, begitulah aku akan menunjukan ke jalan yang harus engkau lalui”. Ia juga mendapat gelar Amir Al-mukminin (komandan orang orang beriman ) sehubungan dengan penaklukan penaklukan yang berangsung pada masa pemerintaannya.

3.      Kebijakan Umar bin Khattab
Dalam masa pemerintahan Umar bin Khattab untuk melanjutkan apa yang menjadi program khalifah sebelumnya, Umar mengambil berbagai kebijakan.
Pertama adalah upaya konsolidasi . Umar bin Khattab mencoba melakukan perubahan kebijakan Abu Bakar terhadap para mantan pemberontak dalam peperangan Riddah. Langkah yang bermaksudkan untuk membentuk persatuan masyarakat Arab. Kesamaan hak adalah prinsip yang diambil oleh Umar. Mereka memiliki kepentingan bersama dan juga hak yang sama untuk mendapatkan perolehan-perolehan pemerintah Madinah. Direkrutlah suku-suku yang terlibat perang Riddah, untuk disalurkan dalam penyerangan ke wilayah Sasaniyah di kemudian hari. Kebijakan itu membuahkan hasilyang luar biasa dalam ekspansi di Zaman Umar bin Khattab.[20]
Kebijakan kedua tak lepas dari kejelian Umar dalam melihat bahwa kaum Umawi memiliki potensi dan bakat besar dalam pemerintahan, oleh karena itu ia mengambil kebijakan untuk merekrut kaum Umawi ke dalam jaringan birokrasi kekhalifahan. Dalam hal ini pantaslah jika dikatakan bahwa Umar bin Khattab cukup pandai membaca potensi yang dimiliki umat Islam, dan potensi ini cukup nyata.[21]
Di samping dua kebijakan di atas, Umar bin Khattab juga mengambil kebijakan melakukan ekspansi. Abu Bakar telah melakaukan ekspedisi kebeberapa wilayah, dan di sini Umar meneruskan hal tersebut. Bahkan kesuksesan ekspansi selama masa Khulafaur Rasyidin itu yang paling gemilang, dengan tidak mengabaikan jasa khalifah yang lain, adalah di zaman Umar bin Khattab.
Kelebihan nyata dari ekspansi Islam bahwa ia merupakan dakwah Islam untuk memperluas persaudaraan Islam dan juga untuk meringankan beban pajak dari penguasa sebelumnya.[22]
a.      Perluasan Wilayah
            Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh Khalifah Abu Bakar dan era penaklukan militer telah dimulai, maka Umar menganggap bahwa tugas utamanya adalah mensukseskan ekspedisi yang dirintis oleh pendahulunya. Belum lagi genap satu tahun memerintah, Umar telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perluasan wilayah kekuasaan Islam. Pada tahun 635 M, Damascus, Ibu kota Syuriah, telah ia tundukkan di bawah pimpinan panglinma Abu Ubaidah bin Jarrah.
            Setahun kemudian seluruh wilayah Syuriah jatuh ke tangan kaum muslimin, setelah pertempuran hebat di lembah Yarmuk tahun 637 M/16 M. Damascus jatuh ke tangan kaum muslimin setelah dikepung selama tujuh hari. Pasukan Muslim melanjutkan penaklukan ke Hamah, Qinisrun, Laziqiyah dan Aleppo. Surahbil dan ‘Amr bersama pasukannya meneruskan penaklukan atas Baysan dan Jerussalem di Palestina. Kota suci dan kiblat pertama bagi umat Islam itu dikepung oleh pasukan Muslim selama empat bulan. Akhirnya kota itu dapat ditaklukkan dengan syarat harus Khalifah Umar sendiri yang menerima “kunci kota” itu dari Uskup Agung Shoporonius, karena kekhawatiran mereka terhadap pasukan Muslim yang akan menghancurkan gereja-gereja (Mufradi, 1997: 54).
            Dari Syuriah, laskar kaum muslimin melanjutkan langkah ke Mesir dan membuat kemenangan-kemenangan di wilayah Afrika Utara. Bangsa Romawi telah menguasai Mesir sejak tahun 30 SM. Dan menjadikan wilayah subur itu sebagai sumber pemasok gandum terpenting bagi Romawi. Berbagai macam pajak naik sehingga menimbulkan kekacauan di negeri yang pernah diperintah oleh raja Fir’aun itu. ‘Amr bin Ash meminta izin Khalifah Umar untuk menyerang wilayah itu, tetapi Khalifah masih ragu-ragu karena pasukan Islam masih terpencar dibeberapa front pertempuran. Akhirnya, permintaan itu dikabulkan juga oleh Khalifah dengan mengirim 4000 tentara ke Mesir untuk membantu ekspedisi itu.
            Tahun 18 H, pasukan muslimin mencapai kota Aris dan mendudukinya tanpa perlawanan. Kemudian menundukkan Poelisium (Al-Farama), pelabuhan di pantai Laut Tengah yang merupakan pintu gerbang ke Mesir. Satu bulan kota itu dikepung oleh pasukan kaum muslimin dan dapat ditaklukkan pada tahun 19 H. Satu demi satu kota-kota di Mesir ditaklukkan oleh pasukan muslimin. Kota Babylonia juga dapat ditundukkan pada tahun 20 H, setelah tujuh bulan terkepung.Iskandariah (ibu kota Mesir) dikepung selama empat bulan sebelum ditaklukkan oleh pasukan Islam di bawah pimpinan Ubaidah Ibn as-Samit yang dikirim oleh Khalifah dari Madinah sebagai bantuan pasukan ‘Amr bin Ash yang sudah berada di front peperangan Mesir. Cyrus menandatangani perjanjian damai dengan kaum muslimin. Dengan jatuhnya Iskandariah ini, maka sempurnalah penaklukan atas Mesir.
Ibu kota negeri itu dipindahkan ke kota Fusthat yang dibangun oleh Amr bin Ash pada tahun 20 H. Dengan Syuriah sebagai basis, gerak maju pasukan ke Armenia , Mesopotamia bagian utara, Georgia, dan Azerbaijan menjadi terbuka. Demikian juga dengan serangan-serangan terhadap Asia Kecil yang dilakukan selama bertahun-tahun. Seperti halnya perang Yarmuk yang menentukan nasib Syuriah, perang Qadisia pada tahun 637 M, menentukan masa depan Persia. Khalifah Umar mengirim pasukan di bawah pimpinan Saad bin Abi Waqash untuk menundukkan kota itu. Kemenangan yang diraih di daerah itu membuka jalan bagi gerakan maju tentara Muslim ke dataran Eufrat dan Tigris. Setelah dikepung selama 2 bulan, Yazdagrid III, raja Persia melarikan diri. Pasukan Islam kemudian mengepung Nahawan dan menundukkan Ahwaz tahun 22 H. Pada tahun itu pula, seluruh Persia sempurna berada dalam kekuasaan Islam, sesudah pertempuran sengit di Nahawan. Isfahan juga ditaklukan. Demikian juga dengan Jurjan (Georgia) dan Tabristan, Azerbaijan. Orang-orang Persia yang jumlahnya jauh lebih besar dari pada tentara Islam, yaitu enam dibanding satu, menderita kerugian besar. Kaum muslimin menyebut sukses ini dengan “kemenangan dari segala kemenangan” (fathul futuh).(Nasution , 1985:58).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuasaan Islam pada masa itu meliputi Suriah, Mesir, Khuzistan, Irak, Armenia, Arzabaijan, Fars, Kirman, Khurasan, Makran, Balachistan, dan Asia kecil (Rum)[23]. Dan menjelang akhir pemerintahan Umar pada tahun 644 M/23 H, Negara Islam meliputi Persia barat, seluruh Irak Suriah, Mesir Selatan, dan sebagian Afrika Utara.
Kalau dianalisis ada beberapa hal yang meyebabkan kesuksesan perluasan wilayah Islam di zaman Umar bin Khattab. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Pertama, Islam mengandung ajaran-ajaran yang tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan antara Tuhan, tetapi mengatur hubungan antara manusia dan sesamanya. Ketika Islam dating dengan prinsip kesamaan derajat manusia maka mudahlah masyarakat yang menjadi sasaran ekspedisi mudah menerima Islam.
Kedua, Semangat jihad dari pasukan Islam yang mengharap jaminan surga bagi yang mati syahid. Dan upaya penyebaran Islam tersebut menghantarkan kepada tujuan itu.
Ketiga, Tentara Islam tidak memaksa rakyat untuk merobah agama mereka dan kemudian keharusan masuk Islam, karena Islam hanya mewajibkan pemeluknya untuk menyampaikan saja selanjutnya terserah kepada yang bersangkutan untuk masuk Islam atau tidak.[24]
Keempat, Pada waktu itu imperium Persia dan Byzantium memasuki fase kelemahannya. Kelemahannya yang munculpada waktu itu bukan hanya karena peperangan semata, tetapi terjadi perebutan kekuatan antar anggota keluarga raja, juga pemaksaan terhadap paham agama.[25]
Kelima, memang yang dirasakan masyarakat sebelum islam masuk adalah pajak yang sangat memberatkan mereka. Dan Islam yang memnerikan penawaran menarik kepada siapa yang tak ingin masuk Islam untuk membayar Jizyah (jaminan perlindungan), mereka dengan senang hati membayarnya.[26]  

b.      Administrasi Pemerintahan
Pusat kekuasaan Islam di Madinah mengalami perkmbangan yang angat pesat , bersamaan denga keberhasialan ekspansi di atas. Khalifah Umar telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani masyarakat baru yang terus berkembang. Membangun baitul mal, mecetak mata uang, membentuk kesatuan tentara untuk melindungi daerah tapal batas, mengatur gaji, mengangkat para hakim dan menyelenggarakan “hisbah”.[27]
Umar juga membentuk ahlul hall wal aqdi. Secara etimologi, ahlul hall wal aqdi adalah lembaga penengah dan pemberi fatwa. Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum cerdik pandai (cendekiawan) yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas mereka. Dinamakan ahlul hall wal aqdi untuk menekankan wewenang mereka guna menghapuskan dan membatalkan. Penjelasan tentangnya merupakan deskripsi umum saja, karena dalam pemerintahan Islam, badan ini belum dapat dilaksanakan (Rahman, 1994 :194).
Anggota dewan ini terpilih karena dua hal yaitu: pertama, mereka yang telah mengabdi dalam dunia politik, militer, dan misi Islam, selama 8 sampai dengan 10 tahun. kedua, orang-orang yang terkemuka dalam hal keluasan wawasan dan dalamnya pengetahuan tentang yurisprudensi dan Quran (Al Maududi, 1995:261). Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga dengan ahlul hall wal aqdi, di antaranya adalah:
1.    Majelis Syura (Diwan Penasihat), ada tiga bentuk :
a.    Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara lain Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah dan Zubair.
b.    Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.
c.    Dewan antara Penasihat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah khusus.
2.    Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
3.    Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan lain-lain.
4.    Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
5.    Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
6.    Departemen Pendidikan dan lain-lain (Ali Khan, 1978:122-123).
Pada masa Umar, badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara de jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya (Hasjmy , 1995:61-69).

4.      Akhir Hayat Umar bin Khattab
Khalifah Umar memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan 4 hari. Kematiannya sangat tragis, seorang budak bangsa Persia fairus atau abu lu’luah secaraa tiba – tiba menyerang dengan tikaman pisau tajam kearah khalifah yang akan mendirikan shalat subuh yang telah ditunggu oleh jama’ahnya di masjid nabawi di pagi buta itu. Khalifah terluka parah dari pembaringannya ia mengangkat “syura” (komisi pemilihan) yang akan memilih penerus tongkat ke khlifahannya, khalifah umar wafat 3 hari setelah peristiwa penikaman atas dirinya, yakni 1 muharram 23 H /644M.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB III
PENUTUP
 
A.    Kesimpulan
 
1.    Biografi singkat.
Pada dasarnya kedua Khalifah pada masa Khulafaur Rasyidin merupakan sahabat-sahabat terdekat Nabi SAW.
       Abu Bakar, yang selalu mendampingi Nabi dan selalu membenarkan semua dari Nabi, ia juga mertua Nabi.
       Umar bin Khattab, sahabat yang berbudi luhur pemberani dan bertindak tegas dan sigap, seperti pada prosesi pengangkatan Abu Bakar. Dan ada juga
       Utsman bin Affan, pribadi yang lembut, berwibawa dan dermawan dan ia adalah menantu dari Rasulullah, meminang dua putri nabi sekaligus dan sering dijuluki Dzun Nurain.
       Ali bin Abi Thalib, sosok cerdas, dan rendah hati dan dialah yang paling muda dari orang yang mula-mula masuk Islam.
 
2.      Proses pengangkatan.
 Masing-masing Khalifah memiliki cara peng-angkatan yang berbeda-beda.
       Abu Bakar, ditunjuk oleh Umar dan kemudian disetujui bersama.
       Umar bin Khattab, mandat dari Abu Bakar (Khalifah Sebelumnya) sebelum wafat.
      
Kebijakan-kebijakan.
Dalam masing-masing periode terdapat perbedaan komposisi kebijakan:
Abu Bakar, Terpusat pada pemberantasan kaum murtadz, Nabi palsu dan orang-orang yang enggan zakat dan mulai ekspansi meski belum maksimal.
Umar bin Khattab, Ekspansi besar-besaran digalakkan, ditata administrasi Negara, dan mempersatukan Umat Islam.
 
3.      Akhir Hayat Khulafaur Rasyidin.
Sungguh miris ketika sejarah mencatat tiga khalifah wafat dengan tidak wajar.
Abu Bakar, wafat secara alami tanpa pembunuhan.
Umar bin Khattab, dibunuh Abu Lu’luah budak Persia
B. Saran
Setelah kita mengetahui sejarah cerah dan kelam dari Khulafaur Rasyidin, kita harus memahami bahwa mereka adalah sahabat-sahabat terbaik Nabi, mereka telah melaksanakan kepemimpinan Islam dengan sepenuhnya. Sistem demokratis dan prinsip musyawarah mereka patut kita teladani.
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ahmad. Islam Dari Masa ke Masa, (Bandung: Rosdakarya, 1987).
Lewis,Bernard Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah, Pedoman Ilmu 1988.
Hajar,Ibn. Al-Ishabah fi Tamyiz Ashabah (Ttp. Jilid IV).
Ibrahim,Hasan Asiyasi Ad-dini Ats-tsaqafi Al-Ijtima’I, jilid 1, Kairo:Maktabah An-Nahdah Al-Mishriyya, cet. 9, 1979.
Fu’adi,Imam. Sejarah Peradaban Islam, (Teras: Yogyakarta), 2011.
Amin,Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam, (Amzah: Jakarta) 2009.
Madjid, Nurcholish Agama dan Negara dalam Islam dalam kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1994) .
___________ . “Skisme dalam Islam Tnjauan Singkat secara Kritis Historis Proses Dini Perpecahan Sosial Keagamaan Islam” dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1995).
Hasan, Hasan Ibrahim Tarikh Al-Islam. Kairo: Nahdah Al-Mishriyah, 1965.
Nu’main,Syibi. Umar Ynag Agung: Sejarah dan Analisa kepemimpinan Khalifah I (Bandung: Pustaka, 1981).
Sadzali.Munawir. Islam dan Tata Negara (Jakarta: UI Press, 1990).
MA. Shaban, Sejarah Islam (Jakarta: Rajawali Press, 1993).
Syibli Nu’main, Umar yang Agung: Sejarah dan Analisa Kepemimpinan Khalifah II. Bandung Pustaka 1981.
Nasution, Harun. Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya I. Jakarta: UI Press, 1985.
Najar, Abdul Wahab. Al-Khulafa Ar-Rasyidun, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1990).
Depag RI, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Pt. Ikhtiar Baru.
Ali, Maulana Muhammad. Early Chaliphate, Lahore: Ahmadiyyah Anjuran Ishaat Islam, tt.
Watt, W. Montgomery, Pengantar Studi Al-Qur’an, Jakarta: Rajawali, 1991.
Atsir, Ibn. Al-Kamil fi Al-Tarikh, Jilid III (Libanon: Dar Beirut li Al-Thiba’ah wa Al-Nasyir, 1965).
Amin, Ahmad. Islam dari Masa ke Masa, (Bandung: CV Rusyda, 1987,cetakan pertama)




[1] Ahmad Amin, Islam Dari Masa ke Masa, (Bandung: Rosdakarya, 1987), hlm. 80.
[2] Bernard Lewis, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah, Pedoman Ilmu 1988, hlm 38
[3] Ibn Hajar, Al-Ishabah fi Tamyiz Ashabah (Ttp. Jilid IV), hlm 101.
[4] Hasan Ibrahim, Asiyasi Ad-dini Ats-tsaqafi Al-Ijtima’I, jilid 1, Kairo:Maktabah An-Nahdah Al-Mishriyya, cet. 9, 1979, hlm. 205.
[5] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam, (Teras: Yogyakarta), 2011. Hlm. 30.
[6] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Amzah: Jakarta) 2009, hlm 92
[7] Ibid. hlm 93
[8] Nurcholish Madjid, Agama dan Negara dalam Islam dalam kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1994) hlm. 592.
[9] Imam Fu’adi, op cit. hlm. 27
[10] Samsul Munir Amin, op cit, hlm 95
[11] Ibid, hlm. 96
[12] Ibid. hlm 98
[13] Imam Fu’adi, op cit. hlm 30.
[14] Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Al-Islam, hlm. 171.
[15] Syibi Nu’main, Umar Ynag Agung: Sejarah dan Analisa kepemimpinan Khalifah I (Bandung: Pustaka, 1981) hlm. 29.
[16] Imam Fu’adi, Opcit . hlm. 31
[17] H. Munawir Sadzali. Islam dan Tata Negara (Jakarta: UI Press, 1990), hlm. 23
[18] Ibid, hlm. 33
[19] Nurchalish Madjid, “Skisme dalam Islam Tnjauan Singkat secara Kritis Historis Proses Dini Perpecahan Sosial Keagamaan Islam” dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1995) hlm. 673-674.
[20] MA. Shaban, Sejarah Islam (Jakarta: Rajawali Press, 1993), hlm 42.
[21] Nurchalish Madjid, Op cit, hlm. 674
[22] Imam Fu’adi, Op cit, hlm. 37
[23] Syibli Nu’main, Umar yang Agung: Sejarah dan Analisa Kepemimpinan Khalifah II. Bandung Pustaka 1981.
[24] Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya I. Jakarta: UI Press, 1985.
[25] Abdul Wahab Najar, Al-Khulafa Ar-Rasyidun, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, 1990) hlm. 69
[26] Ibid, hlm. 70.
[27] Hisbah bertugas sebagai pengawas pasar, mengontrol timbanagn dan takaran, menjaga tata tertib kesusilaan dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar